Anda tahu dengan lampu colok? Mungkin sebagian kita cukup akrab dengan istilah ini, tapi bagi sebagian lagi, istilah ini sangat asing. Wajar memang, karena lampu colok adalah semacam lentera berbahan bakar minyak tanah, berwadahkan kaleng atau botol bekas dan bersumbukan tali tambang. Yang tentu saja sudah tak ditemukan lagi.
Ya, ini adalah sebuah lampu tradisional yang dulu banyak dipakai oleh masyarakat kita. Namun, karena kemajuan zaman, lampu itupun tergeserkan dan diganti dengan lampu listrik yang jauh lebih praktis dan bersih. Istilah lampu colok banyak digunakan di Sumatera, terutama Riau dan sekitarnya. Kalau di Jawa, istilah ini barangkali sama dengan lampu senthir.
Aku tiba-tiba ingat dengan lampu ini, karena membaca status di FB seorang teman yang berbunyi: “rapat persiapan festival lampu colok“.
Di Riau, khususnya Pekanbaru dan Bengkalis, setiap Ramadhan digelar festival lampu colok. Para peserta festival beradu kreativitas. Mereka membuat aneka bentuk bangunan atau lainnya yang kemudian digantungkan di sana lampu colok yang banyak. Pada malam hari, lampu colok itu akan dinyalakan yang tentunya akan menyuguhkan pemandangan yang indah. Coba perhatikan gambar berikut ini yang kuambil dari berbagai sumber:
Aneka kreativitas lampu colok yang mencolok di malam hari
Indah sekali bukan?
Postingan ini sesungguhnya untuk menyatakan kerinduanku akan kampung halaman. Sudah lama sekali aku tidak ber-Ramadhan di sana. Jujur, aku rindu akan tradisi dan suasana khas kampungku, meski Jogja tidak kalah khasnya.
Memanglah benar kata orang, ketika kita sudah berjauhan, baru terasa makna sesuatu itu bagi diri kita. Mungkin kali ini bagiku tradisi Ramadhan di Jogja sudah menjadi rutinitas, namun jika aku sudah meninggalkan kota ini nanti, tentu saja kerinduan akan tradisi khas itu menyeruak dan menyesakkan dadaku. Seperti itu jugalah yang terjadi dengan kerinduanku akan festival lampu colok ini. Dulu, bagiku itu sudah menjadi kebiasaan dan seringkali malah kulewati begitu saja. Namun sekarang, aku rindu setengah mati (halah, lebay).
Itulah kita, yang gampang meremehkan apa yang sedang kita miliki, tapi akan bergulat dengan emosi ketika sesuatu itu hilang atau tidak kita miliki lagi. Maka, patutlah kita menjaga dan mensyukuri dengan sebaik-baiknya apa yang tengah kita genggam dan miliki, karena suatu saat bisa jadi ia terenggut atau terpaksa kita tinggalkan.
Nah kawan-kawan semua, apakah ada tradisi khas Ramadhan di tempat Anda? Boleh berbagi cerita?
.
gambar diambil dari sini, sana, dan situ.